Jumat, 14 Oktober 2011


SIKAP TERHADAP IJTIHAD PARA ULAMA [1]
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim terungkap bahwa Rasulullah mengingatkan untuk senantiasa berpegang teguh dengan Al Qur’an dan hadits agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Namun hal ini tidak berarti segala masalah disebutkan secara rinci dalam Al Qur’an dan Hadits. Al Qur’an hanya turun dalam kurun 23 tahun sementara permasalahan terus terjadi hingga datangnya hari kiamat.
Al Qur’an dan hadits tidak memuat semua masalah secara rinci diakui oleh Rasulullah sebagai terungkap dalam dialog antara Rasulullah dengan Muadz bin Jabal saat akan dikirim ke Yaman. Rasulullah membolehkan Muadz bin Jabal berijtihad dengan menggunakan ra’yu ketika suatu masalah tidak ditemukan jawabannya dalam Al Qur’an dan Hadits. Para sahabat merupakan penerus dakwah Islam setelah wafatnya Rasulullah. Mereka menemukan banyak permasalahan baru yang jawabannya secara eksplisit tidak terdapat dalam Al Qur’ān bahkan sunnah Rasul. Kondisi ini memotivasi para sahabat untuk mencurahkan segala daya dan kemampuan yang mereka miliki untuk menjawab permasalahan-permasalahan baru yang terjadi saat itu karena hukum Islam bersifat sempurna, universal, elastis, sistimatis dan dinamis sehingga problematika kehidupan dapat diselesaikan sesuai dengan koridor Islam. Metode penetapan hukum dalam agama Islam sebagai penjabaran penggunaan ra’yu yang dibolehkan oleh Nabi Muhammad dibakukan pertama kali oleh Imam Syafi’i dan diikuti oleh ulama madzhab lainnya berdasarkan pengamatan hukum yang ada dalam Al Qur’an, Hadits Rasulullah dan ijtihad yang dilakukan oleh generasi sahabat dan tabi’in. Arti bermazhab kepada salah satu imam contohnya imam syafi’i artinya metode berijtihad imam tersebut cocok menurut kita. Bermazhab kepada salah satu imam berarti mengikuti salaf shaleh karena mereka masuk tergolong tabi tabiin.
Hukum adalah milik Allah. Ulama hanya berusaha untuk menetapkan hukum suatu masalah sesuai dengan hukum Allah. Keputusan hukum yang diambil oleh qadhi atau mujtahid tidak dapat menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah dan tidak dapat  mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah. Hukum yang diikuti oleh seseorang adalah hukum yang menurut pandangannya memiliki dasar yang rajih/yang kuat bukan yang marjuh/tidak kuat.
Dalam menetapkan hukum, setidaknya ada empat faktor yang mempengaruhi hasil keputusan seorang mujtahid selain metode penetapan hukum yang menjadi acuannya. Keempat  faktor tersebut adalah:
  1. Kepribadian mujtahid. Faktor ini berpengaruh karena Nabi melarang hakim dalam keadaan marah untuk menetapkan hukuman.
  2. Kapabilitias mujtahid. Faktor ini berpengaruh karena di antara penyebab tidak tepatnya keputusan qādi dan menyebabkannya masuk ke dalam neraka disebabkan sang qādi tidak memiliki kapabilitas untuk berijtihad.
  3. Kemaslahatan manusia. Faktor ini berpengaruh karena taklif bermuara pada kemaslahatan manusia baik di dunia dan di akhirat dalam bentuk menghindari kerusakan dan menarik manfaat  (dar’ al mafāsid wa jalb al manāfi’)
  4. Waktu dan tempat. Faktor ini berpengaruh karena fatwa dapat berubah karena perubahan zaman, tempat, keadaan dan kebiasaan. Waktu dan tempat bisa disebut dengan kondisi sosial.
Tepat atau tidaknya hukum yang diusahakan oleh para ulama dengan hukum Allah, mereka tetap mendapatkan pahala sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim. Terhadap hasil ijtihad yang dilakukan oleh para ulama seperti masalah maulid hendaknya disikapi dengan baik sangka (husnudzan) dan kritis. Para ulama tidak ma’shum seperti tapi mereka pasti memiliki pijakan dalam menetapkan hukum, tidak gegabah dan ummat  Islam tidak akan sepakat dalam kesesatan. Perbedaan pendapat hanya dalam masalah cabang (furu’iyyah) bukan hal yang pokok (ushuliyyah) seperti  yang terjadi dalam agama lain. Perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan rahmat dari Allah karena perbedaan sudut pandang dan metodologi yang digunakan dalam penetapan hukum.


[1] Disampaikan oleh Dr. H. Ahmad Faiz Ahmad, Lc. M.Ag pada hari ahad 28 Ramadhan 1432 H / 28 Agustus 2011 dalam acara dialog intraktif di Masjid al Taubah Pancoran Jakarta Selatan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar